Apa 8 Dampak Positif dan Negatif Sekolah Lebih Pagi?
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali menarik perhatian publik lewat wacana kontroversial. Siswa di Jawa Barat diminta masuk sekolah lebih pagi, mulai pukul 06.00 WIB dan hanya belajar dari Senin hingga Jumat. Perubahan tersebut akan menyelaraskan jadwal belajar antara SMP dan SMA yang selama ini berbeda.
Dalam Surat Edaran Nomor 58/PK.03/Disdik yang dikeluarkan pada 28 Mei 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah menetapkan waktu masuk sekolah pukul 06.30 WIB. Kini tengah digodok sistem baru untuk dimajukan menjadi jam 6 pagi.
Selain memberi waktu libur dua hari penuh, jadwal baru ini juga untuk mendapatkan manfaat bangun pagi bagi para siswa. Dedi Mulyadi menyebut kebijakan serupa pernah diterapkannya saat menjabat Bupati Purwakarta.
Namun gagasan ini memantik polemik. Di satu sisi, publik menyoroti risiko efek kurang tidur yang bisa dialami siswa jika jam malam tidak turut diatur. Sebab, ritme biologis remaja secara ilmiah cenderung sulit tidur lebih awal.
Wacana ini menjadi penting dibahas karena menyangkut kualitas pendidikan, kesehatan pelajar, serta kesiapan infrastruktur sekolah dan orang tua. Di tengah upaya meningkatkan mutu pendidikan, kebijakan ini menyisakan banyak pertanyaan. Apa saja dampak positif dan negatifnya?
Dampak Positif Sekolah Lebih Pagi
Meskipun kebijakan masuk sekolah lebih pagi menuai pro-kontra, perlu dicermati bahwa kebiasaan bangun pagi sudah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia. Berdasarkan survei Benesse (2024), 31,9% anak Indonesia terbiasa bangun pukul 06.00 pagi, dan 11,1% bahkan sebelum pukul 05.30. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibanding anak-anak di Jepang, China, dan Finlandia yang rata-rata bangun sekitar pukul 07.00.
8 Dampak positif dari sekolah yang dimulai lebih pagi antara lain:
1. Mendukung Disiplin dan Rutinitas Pagi
Anak yang bangun pagi lebih mudah membentuk rutinitas harian yang stabil. Aktivitas seperti mandi, sarapan, dan bersiap sekolah dapat dilakukan tanpa tergesa. Dedi Mulyadi menyebut hal ini sebagai bagian dari pendidikan karakter sejak dini.
2. Meningkatkan Kesehatan Fisik
Salah satu manfaat bangun pagi yakni bisa meningkatkan kesehatan fisik. Udara pagi mengandung lebih banyak oksigen yang bermanfaat untuk pernapasan dan sirkulasi darah. Studi klinis menyebut paparan udara pagi bisa memperbaiki metabolisme dan mendukung sistem imun anak.
3. Membuat Otak Lebih Segar untuk Belajar
Pagi hari adalah waktu ketika otak dalam kondisi optimal untuk berpikir. Menurut Dr. Roy F. Baumeister dari Florida State University, kemauan dan fokus mental seseorang tertinggi pada pagi hari. Hal ini dapat dimanfaatkan siswa untuk menyerap pelajaran lebih efektif.
4. Meningkatkan Prestasi Akademik
Penelitian dari Universitas Texas menunjukkan bahwa siswa yang bangun lebih pagi cenderung meraih nilai lebih tinggi. Mereka punya waktu untuk mengulang pelajaran atau belajar ringan sebelum ke sekolah. Ini mendukung efektivitas pembelajaran pagi.
5. Memperluas Waktu untuk Kegiatan Non-Akademik
Dengan libur sekolah lebih lama setiap pekannya, siswa punya lebih banyak waktu untuk kegiatan lain. Bisa untuk berolahraga, mengikuti les, atau beristirahat. Pola ini dapat memperbaiki keseimbangan hidup anak.
6. Mendorong Kebiasaan Tidur Lebih Awal
Jika sekolah dimulai jam 6 pagi, maka secara alami siswa harus tidur lebih cepat. Ini dapat membentuk kebiasaan tidur sehat, menghindari begadang, dan mengurangi efek kurang tidur jangka panjang. Namun, pengaturan jam malam menjadi faktor penting pendukungnya.
7. Mendukung Aktivitas Sosial dan Keagamaan di Pagi Hari
Banyak anak di Indonesia sudah terbiasa mengikuti kegiatan Ngaji Subuh atau aktivitas keagamaan lainnya sebelum fajar. Kebiasaan ini sejalan dengan masuk sekolah pagi untuk memperkuat kultur lokal tanpa mengganggu kegiatan belajar formal.
8. Mengurangi Kemacetan Lalu Lintas di Jam Sibuk
Memajukan waktu masuk sekolah menjadi jam 6 pagi berpotensi mengurai kepadatan lalu lintas pada pukul 07.00–08.00 yang merupakan jam sibuk. Dengan jadwal berbeda, arus kendaraan antara orang tua, pelajar, dan pekerja dapat tersebar lebih merata. Hal ini juga selaras dengan upaya menata efisiensi mobilitas masyarakat di pagi hari.
Dampak Negatif Sekolah Lebih Pagi
Wacana masuk sekolah jam 6 pagi yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bertujuan membentuk disiplin dan karakter anak sejak dini. Namun, kebijakan ini juga perlu ditinjau dari sisi ilmiah dan psikologis.
Berikut 8 dampak negatif sekolah lebih pagi yang perlu diwaspadai:
1. Mengganggu Ritme Biologis Anak
Ritme sirkadian mengatur jam biologis tubuh termasuk rasa kantuk dan kesiapan belajar. Anak usia 6–12 tahun membutuhkan tidur 9–12 jam, sementara masuk sekolah terlalu pagi membuat kebutuhan ini sulit terpenuhi. Akibatnya, anak tidak optimal secara mental saat menerima pelajaran di pagi hari.
2. Memicu Efek Kurang Tidur
Anak yang baru mengantuk jam 10–11 malam, lalu harus bangun pukul 04.30 untuk sekolah jam 6 pagi, hanya tidur 6–7 jam. Ini jauh di bawah kebutuhan tidur remaja, yaitu 8–10 jam per malam. Efek kurang tidur ini menyebabkan kelelahan kronis, iritabilitas, dan gangguan daya ingat.
3. Menurunnya Fungsi Eksekutif Otak
Penelitian menunjukkan kurang tidur menurunkan fungsi eksekutif, seperti kemampuan mengatur diri, memecahkan masalah, dan mempertahankan fokus. Fungsi ini penting untuk proses belajar dan pengambilan keputusan. Jika terganggu, anak sulit merencanakan tugas atau menyelesaikan soal dengan efisien.
4. Risiko Menurunnya Prestasi Akademik
Saat fungsi kognitif menurun, konsentrasi dan motivasi belajar ikut terdampak. Anak cenderung pasif di kelas, mudah kehilangan fokus, dan tidak mampu memahami pelajaran secara mendalam. Hal ini bisa menurunkan performa akademik.
5. Menambah Beban Psikologis Anak
Perubahan drastis pada jam tidur dan aktivitas dapat memicu stres pada anak, terutama jika tidak diimbangi dengan adaptasi bertahap. Anak menjadi lebih mudah marah atau murung karena tubuhnya dipaksa aktif saat belum siap. Ini berdampak jangka panjang pada stabilitas emosi dan kesehatan mental.
6. Mengganggu Keseimbangan Jam Malam Anak dan Orang Tua
Untuk bisa bangun lebih pagi, anak harus tidur lebih cepat. Ini menggeser jam malam keluarga yang sebelumnya digunakan untuk interaksi sosial, belajar, atau ibadah. Orang tua pun harus menyesuaikan jadwal istirahatnya agar bisa membantu anak, sehingga ritme seluruh keluarga ikut berubah.
7. Meningkatkan Stres pada Orang Tua, Terutama Ibu
Orang tua juga turut terdampak, terutama ibu yang berperan dalam menyiapkan anak sekolah sejak subuh. Jika orang tua belum siap secara fisik dan psikologis, kebijakan ini menambah tekanan mental dan menurunkan kualitas hidup keluarga. Ini juga berpotensi menciptakan ketegangan di rumah akibat perubahan ritme harian.
8. Risiko Keselamatan di Perjalanan Pagi Hari
Masuk sekolah jam 6 pagi berarti banyak siswa harus berangkat saat langit masih temaram, terutama di wilayah yang minim penerangan. Kondisi ini meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas, terutama bagi anak yang berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum tanpa pendampingan. Bagi orang tua yang bekerja pagi, memastikan keselamatan anak di jam rawan ini juga menjadi tantangan tersendiri.
Dengan demikian, meskipun Dedi Mulyadi mengusung kebijakan ini sebagai ikhtiar membentuk karakter, berbagai aspek ilmiah menunjukkan perlunya kajian yang lebih menyeluruh sebelum diberlakukan secara luas. Pendekatan bertahap dan berbasis riset sangat penting agar manfaat yang diharapkan tidak berubah menjadi beban baru bagi siswa dan keluarganya.