7 Dampak Positif dan Negatif Pendidikan Anak di Barak Militer

13 Mei 2025|Artikel|Bagikan :

Remaja tawuran menjadi cermin getir akan realitas sosial dan dunia pendidikan yang memprihatinkan, di mana kenakalan remaja kian merajalela. Dalam kurun waktu 1 Januari hingga 20 Februari 2025 saja, aplikasi EMP Pusiknas Bareskrim Polri mencatat 460 anak sebagai terlapor atas kasus penganiayaan dan pengeroyokan, serta 437 kasus pencurian terjadi.

Aksi tawuran yang melibatkan senjata tajam pun kian mengkhawatirkan. Padahal berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur kepemilikan senjata tajam dan senjata api oleh masyarakat sipil, pelaku bisa diancam hukuman maksimal 10 tahun penjara

Data dari BPS tahun 2021 menunjukkan terdapat 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang pernah menjadi arena perkelahian massal antar pelajar. Sebagai provinsi yang menempati urutan teratas, Jawa Barat menjadi daerah yang rawan kasus remaja tawuran.

Tidak tinggal diam, Gubernur Dedi Mulyadi menetapkan program pendidikan karakter di barak militer bagi anak dan remaja yang dinilai bermasalah. Belum lama ini, sebanyak 29 pelajar tingkat SMA dan SMK di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dikirim untuk mengikuti program tersebut di barak militer Rindam III/Siliwangi, Kota Bandung.

Namun, kebijakan tersebut menuai kontroversi. Retno Listyarti, pemerhati pendidikan dan mantan komisioner KPAI, menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang mengizinkan lembaga militer menjadi pelaksana pendidikan sipil. 

Alih-alih menetapkan konseling remaja sebagai langkah mendasar dalam menangani akar permasalahan, pendidikan karakter di barak militer dinilai hanya menitikberatkan pada aspek disiplin. Untuk lebih jelasnya, kita perlu mempertimbangkan dampak positif dan negatif pendidikan anak dan remaja di barak militer.

Dampak Positif Pendidikan Anak di Barak Militer

Meskipun menuai pro dan kontra, sejumlah pakar psikologi perkembangan menilai program pendidikan anak dan remaja di barak militer dapat menjadi intervensi awal yang efektif jika dirancang secara humanistik dan terapeutik. Dengan struktur yang jelas serta lingkungan yang bebas dari pengaruh negatif, pendidikan di barak militer mampu mendorong perubahan perilaku yang lebih baik.

pendidikan anak dan remaja di barak militer memiliki dampak positif dan negatif

 

Berikut 7 dampak positif pendidikan anak dan remaja di barak militer:

1. Meningkatkan Disiplin dan Tanggung Jawab

Di barak militer, remaja diperkenalkan pada rutinitas ketat dan sistem penghargaan-hukuman berbasis pendekatan behavioristik. Jadwal harian yang mencakup bangun pagi tepat waktu, apel pagi, tugas kebersihan, hingga makan teratur mengajarkan pentingnya disiplin dan tanggung jawab pribadi. Aktivitas semacam ini secara bertahap mengubah perilaku impulsif menjadi lebih terarah.

2. Memperkuat Ketahanan Fisik dan Mental 

Pelatihan fisik seperti push-up, lari lintas medan, dan outbond menantang bukan hanya otot, tapi juga mental. Ketika anak mampu menyelesaikan tantangan yang berat di bawah tekanan, daya tahan psikologis mereka meningkat. Proses ini penting bagi anak-anak yang berasal dari lingkungan penuh konflik, karena barak militer memberikan rasa aman menstabilkan kondisi emosional mereka.

3. Mengurangi Pengaruh Lingkungan Sosial Negatif

Salah satu dampak paling signifikan dari pendidikan di barak adalah pemisahan anak dari lingkungan asal yang buruk, seperti paparan narkoba, geng, atau kekerasan rumah tangga. Selama berada di lingkungan baru yang lebih terkontrol, anak tidak hanya dijauhkan dari faktor pemicu kenakalan remaja, tapi juga mendapatkan pengaruh positif dari instruktur, senior, dan sesama peserta pelatihan yang diarahkan untuk saling mendukung perubahan.

4. Membentuk Kontrol Diri dan Kedisiplinan Emosional

Latihan baris-berbaris, perintah tegas, dan sesi evaluasi sikap membentuk kontrol diri secara bertahap. Ketika anak belajar menahan reaksi impulsif dalam situasi tertekan, mereka mulai menyadari pentingnya tanggung jawab personal dan kemampuan mengelola emosi. Ini sangat bermanfaat dalam hubungan sosial di luar barak.

5. Memberikan Struktur dan Arah Hidup

Bagi remaja yang merasa kehilangan arah, pelatihan di barak militer menghadirkan sistem yang tegas namun terarah. Dengan kurikulum kegiatan yang mencakup pelatihan fisik, sesi motivasi, konseling kelompok, serta bimbingan keagamaan dan nasionalisme, anak-anak mulai mengenali tujuan. Mereka bisa membangun rasa percaya diri dan mampu memetakan ulang masa depan mereka secara lebih realistis.

6. Menumbuhkan Jiwa Kepemimpinan dan Kerja Sama

Kegiatan seperti lomba yel-yel regu, survival camp, atau pelatihan taktik lapangan mendorong peserta bekerja dalam tim dan mengambil peran sebagai pemimpin kelompok. Situasi ini memberi ruang bagi remaja yang semula tertutup atau agresif untuk belajar komunikasi asertif, membangun empati, serta memahami dinamika sosial secara sehat.

7. Menjadi Jembatan Menuju Perubahan Perilaku Jangka Panjang

Meski bersifat sementara, barak militer bisa menjadi titik balik perilaku remaja apabila dipadukan dengan pendekatan terapeutik dan konseling remaja yang konsisten. Pendampingan psikologis, pelatihan keterampilan hidup (life skills), serta evaluasi berkala selama program menjadi fondasi perubahan yang bukan hanya sesaat, melainkan membentuk kebiasaan baru yang positif dalam jangka panjang.

Dampak Negatif Pendidikan Anak di Barak Militer

Meskipun pendidikan di barak militer kerap dipandang sebagai solusi cepat dalam menangani kenakalan remaja, pendekatan ini tidak luput dari dampak negatif yang perlu dicermati dengan bijak. Karena itu, evaluasi menyeluruh dan keterlibatan tenaga profesional menjadi krusial sebelum menjadikan barak militer sebagai alternatif pembinaan anak.

Berikut 7 tantangan yang bisa menjadi dampak negatif pendidikan anak dan remaja di barak militer:

1. Perubahan Perilaku yang Tidak Berbasis Kesadaran

Pendidikan di barak militer cenderung membentuk kepatuhan yang muncul karena rasa takut terhadap hukuman, bukan karena pemahaman nilai yang mendalam. Anak menjadi patuh hanya di lingkungan yang terkontrol dan terancam kembali ke perilaku lama saat kembali ke rumah. Hal ini bertentangan dengan tujuan pendidikan karakter yang sejatinya bertumpu pada kesadaran internal dan nilai moral yang tumbuh dari dalam diri.

pendidikan anak dan remaja di barak militer memiliki dampak positif dan negatif

2. Risiko Luka Psikologis

Penerapan hukuman fisik atau tekanan mental yang berlebihan dalam sistem pelatihan militer dapat menimbulkan trauma pada remaja, terutama bagi mereka yang memiliki latar belakang keluarga bermasalah. Alih-alih menyembuhkan, pengalaman tersebut justru bisa menambah beban psikologis dan membuat anak menarik diri atau mengalami gangguan kecemasan, terlebih tanpa adanya pendampingan psikolog profesional.

3. Efek Sementara dalam Lingkungan Terbatas

Perubahan perilaku yang dicapai di barak militer sangat bergantung pada sistem pengawasan ketat. Begitu anak kembali ke lingkungan lamanya yang penuh tekanan atau pengaruh buruk, mereka rentan mengalami kemunduran. Hal ini dikarenakan tidak ada mekanisme pendampingan lanjutan yang menguatkan proses transisinya ke kehidupan sosial sehari-hari.

4. Mengaburkan Peran Guru BK dan Konselor Sekolah

Ketika pembinaan remaja bermasalah diserahkan ke lembaga militer, peran guru bimbingan konseling di sekolah seolah terpinggirkan. Padahal, konseling remaja yang bersifat preventif dan rehabilitatif merupakan pendekatan jangka panjang yang lebih sehat secara psikologis. Mengandalkan militer sebagai solusi utama mencerminkan lemahnya investasi sistem pendidikan pada layanan konseling yang profesional dan berkelanjutan.

5. Tidak Sesuai Tahapan Perkembangan Remaja

Latihan fisik yang keras dan struktur yang kaku dalam barak militer tidak selalu cocok dengan kebutuhan perkembangan emosi dan sosial remaja. Remaja memerlukan ruang untuk berdialog, berefleksi, dan memahami dirinya sendiri. Ketika kebutuhan itu ditekan oleh rutinitas yang monoton dan instruksi satu arah, mereka kehilangan kesempatan untuk tumbuh sebagai individu yang merdeka secara psikologis.

6. Memperkuat Stigma “Anak Nakal”

Mengirim anak ke barak militer bisa menguatkan label negatif di masyarakat bahwa mereka adalah “anak bermasalah” yang harus dipisahkan. Ini memperparah beban sosial yang mereka tanggung dan bisa berdampak buruk pada rasa percaya diri serta hubungan sosialnya setelah masa pendidikan selesai. Dalam jangka panjang, ini bisa menumbuhkan sikap apatis atau justru perlawanan sosial yang tersembunyi.

7. Minimnya Keterlibatan Keluarga dan Sekolah

Program pendidikan ala militer yang hanya dilakukan di luar sekolah dan tanpa keterlibatan aktif keluarga berisiko menciptakan pemutusan komunikasi yang justru memperburuk kondisi anak. Padahal, keberhasilan pendidikan karakter sangat ditentukan oleh sinergi antara sekolah, keluarga, dan lingkungan sosial. 

Menyikapi kebijakan pendidikan anak dan remaja di barak militer, masyarakat perlu melihatnya dengan hati yang terbuka namun tetap kritis. Bagi sebagian keluarga, program ini mungkin menjadi harapan terakhir saat anak mulai sulit dikendalikan. Namun, pendidikan tak bisa hanya mengandalkan pendekatan disiplin fisik. Anak-anak kita butuh ruang untuk dipahami, didampingi, dan dibimbing dengan kasih sayang.