7 Dampak Fatherless bagi Tumbuh Kembang Anak

26 Mei 2025|Artikel|Bagikan :

Hari Ayah Sedunia atau Hari Ayah Internasional menjadi pengingat kita akan pentingnya peran ayah dalam keluarga, terutama bagi tumbuh kembang anak. Sayangnya, peran ini semakin sering absen dalam kehidupan anak-anak Indonesia. 

Data UNICEF tahun 2021 mencatat bahwa 20,9% anak Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah. Dari sekitar 30,83 juta anak usia dini, hampir 3 juta di antaranya menjalani masa tumbuh kembang tanpa figur ayah. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut hanya 37,17% anak usia 0–5 tahun diasuh oleh kedua orang tua kandung secara bersamaan. Angka-angka ini menguatkan kekhawatiran banyak pihak bahwa kita tengah menghadapi krisis kehadiran ayah secara struktural dan emosional.

Istilah fatherless adalah kondisi ketika anak kehilangan figur ayah secara permanen maupun emosional. Fenomena ini mencakup ayah yang bercerai, meninggal, tidak tinggal bersama anak, atau bahkan yang hadir secara fisik namun tak terlibat dalam pengasuhan.  

Dalam konteks budaya Indonesia yang masih memosisikan ayah sebatas pencari nafkah, keterlibatan emosional ayah dalam tumbuh kembang anak kerap dianggap bukan prioritas. Padahal, ada 10 peran ayah dalam keluarga yang sangat penting dalam pembentukan karakter, stabilitas emosi, dan rasa aman pada anak.

10 Peran Ayah dalam Keluarga

Memaknai Hari Ayah Sedunia bukan hanya dengan ucapan terima kasih, tetapi juga dengan menyadari betapa luas dan mendalamnya peran ayah dalam kehidupan keluarga. Ayah bukan sekadar pencari nafkah, melainkan sosok yang turut membentuk karakter, emosi, hingga masa depan anak. 

Dampak fatherless perlu dicegah dalam keseharian demi Indonesia Emas 2045

Berikut 10 peran ayah dalam keluarga yang penting untuk kita kenali dan apresiasi.

1. Pelindung Utama

Ayah berperan sebagai pelindung fisik dan emosional bagi keluarga. Kehadirannya memberikan rasa aman bagi anak, terutama saat menghadapi situasi sulit. Anak yang merasa dilindungi akan tumbuh lebih percaya diri dan berani.

2. Pemberi Teladan Sikap

Anak sering meniru perilaku ayah, mulai dari cara berbicara hingga menyikapi masalah. Sikap disiplin, tanggung jawab, dan kejujuran yang ditunjukkan ayah akan membentuk karakter anak sejak dini. Dalam keseharian, tindakan kecil seperti menepati janji bisa memberi pengaruh besar.

3. Pendamping Ibu dalam Pengasuhan

Ayah bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga mitra ibu dalam membesarkan anak. Membacakan cerita sebelum tidur atau menemani anak belajar adalah bentuk keterlibatan yang penting. Kehadiran ayah membuat anak merasa dicintai oleh kedua orang tuanya.

4. Pendorong Kemandirian Anak

Ayah sering mendorong anak untuk mencoba hal-hal baru, mengambil risiko, dan tidak takut gagal. Gaya pengasuhan ini penting untuk melatih mental tangguh dan rasa percaya diri. Misalnya, saat ayah mengajak anak belajar bersepeda tanpa roda bantu.

5. Pemberi Rasa Aman secara Finansial

Peran ayah sebagai penopang ekonomi memberi stabilitas pada keluarga. Namun lebih dari itu, ayah juga bisa mengajarkan anak tentang nilai uang, hemat, dan tanggung jawab keuangan sejak kecil. Ini menciptakan pola pikir yang sehat soal pengelolaan keuangan.

6. Pengarah Nilai dan Etika

Ayah menanamkan prinsip-prinsip hidup seperti kejujuran, hormat kepada orang lain, dan tanggung jawab. Dalam praktiknya, anak belajar nilai ini dari interaksi harian, seperti cara ayah memperlakukan orang di sekitarnya. Konsistensi ayah menjadi panutan moral bagi anak.

7. Pemberi Motivasi dan Dukungan

Dorongan kecil dari ayah, seperti “kamu pasti bisa” atau “ayah bangga padamu,” berdampak besar bagi semangat anak. Kehadiran ayah di acara sekolah atau pertandingan anak menjadi bentuk dukungan yang tak terlupakan. Ini memperkuat hubungan emosional anak dan ayah.

8. Teman Bermain yang Positif

Kegiatan bermain bersama ayah bukan sekadar hiburan, tapi juga sarana belajar yang efektif. Anak belajar kerja sama, sportivitas, hingga mengelola emosi dari permainan sederhana. Momen ini juga memperkuat ikatan batin antara ayah dan anak.

9. Penjaga Keseimbangan Emosi

Ayah yang terlibat membantu anak mengenali dan mengelola emosinya, terutama saat marah atau kecewa. Kehadiran yang tenang dan penuh pengertian membentuk ketahanan emosional anak. Ini penting agar anak mampu menghadapi tekanan di masa depan.

10. Penyemai Cita-cita dan Harapan

Ayah berperan mengarahkan dan mendukung mimpi anak, tanpa memaksakan kehendaknya. Diskusi ringan seputar profesi, hobi, atau masa depan dapat memicu imajinasi dan semangat anak. Peran ini penting dalam membangun visi hidup sejak usia dini.

Apa Saja Dampak Fatherless bagi Tumbuh Kembang Anak?

Dampak fatherless bagi tumbuh kembang anak bukanlah isu sepele yang bisa diabaikan begitu saja. Ketidakhadiran ayah, baik secara fisik maupun emosional, dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan anak.

Ketiadaan figur ayah dapat memberi konsekuensi serius. Ketahui dampak fatherless bagi tumbuh kembang anak, serta upaya-upaya konkret yang bisa dilakukan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berikut penjelasannya:

1. Gangguan Psikologis 

Anak yang tumbuh tanpa ayah rentan mengalami kesedihan mendalam, rasa tidak aman, hingga gangguan harga diri. Psychology Today mencatat bahwa fatherless dapat menimbulkan kekosongan emosional yang sulit dipulihkan sejak dini. Tanpa dukungan yang tepat, kondisi ini bisa terbawa hingga dewasa dan memengaruhi stabilitas mental.

Menjawab tantangan ini, anak perlu diberikan ruang aman untuk bicara, seperti konseling di sekolah atau komunitas yang peduli pada kesehatan mental. Tidak harus terapi profesional di awal, kadang keberadaan guru yang sabar mendengar atau relawan yang rutin mengajak ngobrol bisa menjadi awal pemulihan. Kunci utamanya adalah kehadiran orang dewasa yang tulus dan konsisten.

Dampak fatherless perlu dicegah dalam keseharian demi Indonesia Emas 2045

2. Perilaku Menyimpang dan Tidak Terkendali

Ketiadaan ayah membuat anak kurang belajar tentang batasan dan kontrol diri. Mereka bisa menjadi impulsif, sulit diatur, bahkan berpotensi terlibat dalam kenakalan remaja. Studi dari National Fatherhood Initiative menyebutkan bahwa anak laki-laki tanpa ayah 279% lebih berisiko membawa senjata ke sekolah.

Solusi tak selalu butuh biaya besar. Cukup dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan positif seperti olahraga, teater sekolah, atau komunitas literasi. Figur pria dewasa seperti pelatih, guru seni, atau tokoh masyarakat dapat menjadi panutan yang membentuk karakter anak secara alami. Anak-anak perlu diarahkan, bukan dimarahi.

3. Kesulitan Membangun Hubungan Sosial

Banyak anak fatherless tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaan secara sehat. Mereka bisa jadi sangat tertutup atau justru terlalu melekat dalam hubungan, karena takut ditinggalkan. Akibatnya, kemampuan menjalin relasi dengan teman atau pasangan kelak pun ikut terganggu.

Membangun kembali keterampilan sosial bisa dilakukan lewat interaksi sederhana, seperti bermain bersama, berdiskusi dalam kelompok, atau dilibatkan dalam kerja tim. Guru atau pengasuh bisa memodelkan cara menunjukkan emosi secara positif. Misalnya meminta maaf, mengungkapkan rasa sayang, atau menyampaikan kebutuhan. Jangan remehkan kekuatan obrolan santai dalam membentuk kepribadian.

4. Rendahnya Prestasi Akademik

Tanpa dorongan atau pengawasan ayah, banyak anak kehilangan struktur belajar yang mendukung keberhasilan akademik. Dampak fatherless antara lain membuat anak kurang disiplin, mudah putus asa, atau tidak punya motivasi mengejar cita-cita. Studi Journal of Marriage and Family menunjukkan korelasi kuat antara keterlibatan ayah dan prestasi anak di sekolah.

Sekolah bisa menjadi tempat pengganti rumah kedua yang penuh semangat dan struktur. Memberikan jadwal belajar yang teratur, apresiasi atas kemajuan, serta relasi hangat dengan guru mampu membangkitkan semangat belajar. Bahkan pujian sederhana seperti “kamu hebat hari ini” bisa jadi penyemangat luar biasa.

5. Tekanan Finansial dan Kesejahteraan Dasar

Fatherless sering berarti kehilangan sumber penghasilan utama dalam keluarga. Hal ini membuat anak kekurangan akses pendidikan, gizi, bahkan layanan kesehatan dasar. BPS menyebut anak tanpa figur ayah lebih rentan jatuh dalam kemiskinan dan putus sekolah.

Tak semua solusi harus datang dari negara. Komunitas lokal, masjid, gereja, atau organisasi sosial bisa berperan besar dalam membantu keluarga ayah tunggal atau ibu tunggal. Buka warung komunitas, program beasiswa lokal, atau koperasi keluarga merupakan langkah-langkah kecil yang bisa mengubah hidup anak-anak.

6. Rendahnya Kepercayaan Diri Anak

Tanpa validasi dan afirmasi dari sosok ayah, anak sering tumbuh dengan perasaan tidak cukup baik. Dampak fatherless antara lain membuat anak mudah ragu, minder, atau takut mencoba hal-hal baru. Kurangnya rasa percaya diri ini bisa membatasi potensi mereka.

Solusi sederhana tapi berdampak adalah mengajak anak melakukan hal kecil yang bisa mereka selesaikan sendiri. Misalnya menyapu halaman, memimpin doa, atau mempresentasikan tugas. Saat mereka berhasil dan dipuji, harga diri tumbuh perlahan. Lingkungan rumah dan sekolah perlu memberi ruang aman untuk mencoba dan gagal.

7. Kecemasan akan Masa Depan

Melihat orang tua tunggal berjuang sendiri bisa membuat anak merasa tidak aman tentang masa depannya. Mereka jadi cemas akan biaya sekolah, pekerjaan, atau bahkan masa depan keluarganya sendiri. Beban mental ini sering tidak terlihat, tapi membekas dalam.

Untuk itu, anak perlu diyakinkan bahwa masa depan tak harus ditentukan oleh masa lalu. Melibatkan mereka dalam kegiatan yang memberi harapan, seperti pelatihan vokasi, kelas inspirasi, atau berbagi cerita sukses dari orang-orang yang tumbuh tanpa ayah bisa menjadi titik balik. Mereka butuh narasi bahwa mereka tidak sendirian, dan mereka bisa berhasil.

Hari Ayah Sedunia seharusnya menjadi pengingat bahwa menjadi ayah bukan hanya soal hadir secara fisik, tapi juga hadir secara emosional dalam setiap tahap kehidupan anak. Di balik 10 peran ayah dalam keluarga, tersimpan kekuatan membentuk jiwa yang utuh, percaya diri, dan siap menghadapi dunia. 

Mencegah dampak fatherless bukan semata tugas para ayah, tapi tanggung jawab kolektif keluarga, masyarakat, dan negara. Kita perlu memastikan setiap anak tumbuh dengan kehadiran figur yang menguatkan.